Saat Adinda pindah dari Bandung ke Jakarta untuk bekerja, semuanya baik-baik saja. Namun lambat-laun gadis 24 tahun itu sering merasa kesepian dan terisolasi. Pekerjaannya yang memakan waktu 10-12 jam di sebuah mal mewah tak membuat Adinda merasa terhubung dengan lingkungannya.
"Kalau pulang kerja, saya tak tahu harus melakukan apa. Yang paling berat, ketika saya sedang ada masalah, saya tak punya keluarga untuk berbagi," kata Dinda, yang mengaku sangat dekat dengan keluarga, terutama ibu. Dinda punya beberapa teman kantor, "Tapi, untuk beberapa hal, kita tak mungkin membaginya dengan teman kantor."
Lain lagi dengan Fini, bukan nama sebenarnya. Dua tahun lalu, suami perempuan berusia 36 tahun itu meninggal karena kecelakaan. Meski sudah bisa menerima takdir, Fini merasa kesepian. "Saya kehilangan sahabat terbaik yang memahami saya seutuhnya."
Perpindahan tempat tinggal dan kehilangan seseorang yang sangat dekat memang berat. Kesepian akan mencengkeram.
Louise Hawkley, PhD, peneliti senior dari Pusat Kognitif dan Sosial Neurosains University of Chicago, Amerika Serikat, mengatakan merasa kesepian adalah normal dan tak bisa dihindari. "Namun, bila perasaan ini dibiarkan berlarut-larut, dapat menyebabkan gangguan emosional dan fisik."
Hal senada diungkapkan Dr Pandu Setiawan, SpKJ. Menurut dia, perasaan kesepian bisa menimbulkan depresi bila dibiarkan berlarut-larut. "Ini adalah masalah yang umum terjadi di perkotaan," kata Pandu. Kesibukan kota besar mendorong masyarakatnya menjadi individualistis. "Paradoksnya di tengah keramaian orang justru merasa sepi."
Tak hanya mendorong gangguan jiwa, seperti depresi, penelitian terbaru yang dilakukan Hawkley juga menunjukkan bahwa perasaan kesepian dapat mengganggu kesehatan fisik. Tekanan darah tinggi, masalah tidur, dan berkurangnya kemampuan untuk mengatasi stres harian merupakan beberapa risiko kesehatan yang muncul akibat perasaan ini.
Penelitian dia juga menunjukkan, perasaan kesepian dapat membuat berkurangnya kemampuan tubuh mengatasi pembengkakan yang dapat mengakibatkan aterosklerosis, reumatoid artritis, dan tendinitis. Selain itu, melemahkan sistem kekebalan.
"Kami masih mengidentifikasi secara pasti bagaimana gangguan kesehatan fisik ini muncul. Tetapi kesepian membuat masalah kesehatan yang ada semakin buruk," ujar Hawkley.
Menurut dia, gangguan kesehatan ini baru muncul ketika seseorang mencapai usia paruh baya atau usia lanjut. "Perubahan kecil pada senyawa stres yang dilepas dalam aliran darah seiring dengan waktu dapat merusak aliran darah," Hawkley melanjutkan.
Hawkley menyarankan seseorang yang merasa kesepian melakukan langkah proaktif dengan menjalin hubungan dengan lingkungan. "Jangan tunggu orang-orang menolong Anda. Anda harus melakukan sesuatu untuk terhubung dengan lingkungan dan mengatasi perasaan sepi," katanya.
Caranya, dia melanjutkan, tak perlu ekstrem dengan mencari sahabat baik sejiwa, karena ini tak mudah dan harus dibina dalam waktu yang tak pendek. Dengan menjadi bagian dari sebuah komunitas akan sangat membantu mengatasi masalah kesepian itu.
Dinda telah mempraktekkan apa yang dianjurkan Hawkley. Ia lebih sering berkumpul di ruang televisi untuk menjadi bagian dari teman indekosnya yang lain. "Saat mulai mengenal tetangga kamar sebelah, saya merasa jadi bagian dari sesuatu." Sedangkan Fini mencobanya dengan lebih sering mengikuti acara pengajian.
Namun Hawkley menggarisbawahi agar lebih selektif dalam memilih teman. "Orang yang putus asa cenderung menerima segala bentuk perlakuan. Ini tak sehat," ujarnya. Dan yang terpenting, kata dia, terus berpikiran positif. Sebab, "Orang yang kesepian cenderung mengharapkan penolakan, dan ini membuat penolakan lebih sering terjadi."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar